Deliserdang // metroinvestigasi.com
Dengan adanya dugaan mafia Tanah ikut berperan dalam kasus Hak Guna Usaha (HGU) Kebun Penata PTPN II dengan cara -cara Manipulatif sehingga aparat penegak hukum termasuk Lembaga Peradilan harus lah berperan aktif dalam melindungi asset-asset Negara yang ingin dikuasai pihak-pihak tertentu yang menggunakan cara-cara manipulatif, seperti halnya dalam kasus Hak Guna Usaha (HGU) No.62 PTPN 1 Regional 1 (d/h PTPN II) Kebun Penara yang terletak dijalan Arteri bandara Kualanamu, Kabupaten Deli serdang, Sumatera Utara.
Hal tersebut diungkapkan Supardi salah satu dari Penggugat (Rokani dkk) dalam perkara No. 05/Pdt.G/2011/PN-LP yang tercatat dalam putusan pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor urut 193.
Menurut Supardi, warga Dusun X Desa Perdamean, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang itu, kalau ada upaya untuk menguasai areal HGU milik PTPN 2 dengan cara-cara yang tidak syah, bahkan secara terang-terangan menggunakan data yang dimanipulasi. “Apa yang dilakukan Murachman dengan memanipulasi data-data warga, merupakan bukti yang tidak terbantahkan, ” ujar Supardi, dalam penjelasan tertulis yang diterima awak media.
Supardi menjelaskan, kalau sebelumnya pada tahun 2008 lalu, Wagiyo selaku Sekretaris Desa Pardamean saat itu sempat mendatangi rumahnya dan menyampaikan akan memperjuangkan tanah yanga ada di Desa Penara yang dikuasai oleh PTPN II. Karena alasan tersebut sehingga Wagiyo pun meminta KTP dan Kartu Keluarga milik orang tua Supardi untuk didaftarkan sebagai salah satu kelompok yang akan menerima pembagian tanah penara.
Kemudian selang beberapa waktu, Wagiyo menyerahkan Kartu Keluarga baru kepada Supardi dan di dalam kartu keluarga baru tersebut, nama orang tua Supardi yang semula bernama Tembung, telah diganti namanya menjadi Tumpok. Dengan adanya perubahan didalam KK milik orang tuanya, sehingga Supardi pun menduga kalau pergantian nama di dalam kartu keluarga orang tuanya tersebut ada kaitannya dengan surat keterangan pembagian tanah sawah ladang yang sebelumnya telah dikumpulkan sebagai salah satu bahan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.
Kemudian ketika kasus penara diputus ditingkat kasasi Mahkamah Agung, kalau Rokani dkk dinyatakan menang dalam gugatan atas lahan seluas 464 hektar itu.
Sambung Supardi, lalu mereka kembali dikumpulkan disebuah kantor notaris di tanjung morawa, dan disuruh menandatangani blanko kosong, dan kemudian supardi dkk diberikan uang masing-masing Rp 500.000 (lima ratus ribu). Belakangan, supardi mengetahui dari warga masyarakat desa pardamean bahwa blanko kosong yang mereka tandatangani di kantor notaris tersebut isinya menerangkan bahwa mereka telah menyerahkan dan melepaskan lahan Penara milik PTPN II tersebut dengan ganti rugi masing-masing satu setengah milyar rupiah, ( 1.500.000.000) padahal supardi mengaku tidak pernah menerima uang sebesar itu dan baru menerima 500.000 rupiah saja. Jadi apa yang selama ini mereka ungkapan di pengadilan sama sekali tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan.
Dengan dihukumnya Murachman selama 2 tahun penjara oleh Mahkamah Agung semakin memperkuat bukti bahwa Rokani dkk menggunakan data-data palsu atau yang dipalsukan dalam proses gugatan lahan HGU No.62 kebun Penara. Jika aparat penegak hukum terus mengembangkan pengusutan kasus ini, secara otomatis, warga yang datanya diikutkan dalam gugatan akan ikut diperiksa, apalagi mereka sudah menerima imbalan melalui Murachman sebelumnya.
Sementara itu, Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengungkapkan bahwa lahan seluas 464 hektar yang ada di desa penara tanjung morawa itu aslinya adalah milik PTPN II, tiba-tiba di Pengadilan Negeri dikalahkan dalam kasus perdata, oleh karenanya kita menolak eksekusi terhadap lahan yang merupakan asset Negara tersebut.(Sigit)