Medan // metroinvestigasi.com
Terkait seorang pria buta ditangkap personel Polrestabes Medan dan keluarga tersangka kasus pelecehan membantah Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Di mana disebut, putranya, Willy Yhanto Syaputra (27), disebut melakukan cium kening, leher, pipi, meremas payudara hingga persetubuhan terhadap pacarnya, Fadilan Utami (korban).
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Perlindungan Anak & Perempuan Indonesia Ukurta Toni Sitepu, SH. CPM angkat bicara, Rabu (8/5). Menurutnya, seseorang yang merasa dirugikan karena perbuatan orang lain, dan kemudian orang tersebut mengadukan atau melaporkan atas apa yang dialaminya, yang disertai dengan satu orang saksi dan satu alat bukti, maka sesungguhnya unsur dugaan telah terjadinya suatu tindak pidana dianggap telah terpenuhi.
"Nah, disini menariknya salah seorang saudara dari terduga WYS, yang ikut menemani, mengakui bahwa terduga memang ada mencium kening pacarnya di rumah pacarnya dan dilihat oleh pihak keluarga pacarnya (korban). Namun tidak seperti apa yang tertuang di BAP,"katanya.
Nah, jadi bagaimana mungkin WYS mampu melakukan perbuatan yang dituduh akan kepadanya, seperti meremas payudara dan persetubuhan.
"Ya atas hal itu, bahwa secara logika WYS dapat melakukan cium kening atau perbuatan tidak senonoh, walau disaksikan banyak orang. Meski pun hanya berfoto. Tentu bisa menaruh kecurigaan kepada keluarga korban,"jelas dia.
Dalam hal ini, lanjutnya, mentersangkakan seseorang akan melalui tahapan proses, termasuk dengan terlebih dahulu melakukan gelar perkara. Namun perlu di ingat, bahwa korban masihlah anak anak (15 tahun), artinya walau yang korban tidak merasa dilecehkan dengan ciuman WYS, namun karena orang tua Fadilan Utami (korban) tidak terima atas perbuatan itu, mereka dapat membuat laporan.
"Soal bantahan dari pihak keluarga tersangka atas isi BAP, itu hak dan sah sah saja, namun kan pihak penyidik memiliki alasan tentunya dalam menetapkan WYS menjadi tersangka,"sebutnya
Sebelum memberi status teraangka, penyidik UPPA Polrestabes Medan, tentu telah melakukan serangkaian prosedur sebelum menetapkan WYS sebagai tersangka, contohnya bahwa ternyata penyidik menemukan bahwa didalam hasil visum didapatkan atau ditemukan robekan, luka pada dinding kelamin. Maka atas pedoman tersebut, penyidik meyakini memang telah terjadi dugaan sebuah tindakan pelecehan dan pencabulan. Apalagi ketika ditanyakan kepada korban, kemudian korban menyebutkan satu nama atau lebih. Kemudian penyidik takan mengambil dan mempertanyakan kepada korban saat dilakukannya pemeriksaan korban.
"Mungkin disinilah yang memberatkan tersangka.
Meski pun demikian, saya harap penyidik berpikir ulanglah, bila melakukan dugaan kriminalisasi terhadap WYS, untuk dapat dijadikan tersangka diluar mekanisme yang telah diatur. Semoga tidak ya,"terangnya.
Untuk itu, iapun menyarankan agar pihak tersangka bisa melakukan langkah hukum dengan melakukan Prapradilan terhadap Kapolrestabes Medan, dengan menggunakan jasa penasehat hukum. Jika yakin apa yang tertuang di BAP tidak pernah ia lakukan.
"Jadi keterangan terduga juga, tentu akan membantu proses penyidikan dan penyelidikan, namun demikian, sekalipun terduga tidak mengakui / membantah melakukannya (seperti yang disangkakan), bukanlah hal tersebut dapat merubah kedudukan seseorang sebagai tersangka, selama alat bukti dan saksi telah memenuhi unsurnya. Tapi, tentu kita berharap kasus ini bisa berjalan secara adil dan transparan,"tutupnya.
Sebelumnya, keluarga tersangka kasus pelecehan di Satreskrim Polrestabes Medan membantah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap tersangka yang dikeluarkan Polrestabes Medan. Di mana disebut, putranya, Willy Yhanto Syaputra (27), disebut melakukan cium kening, leher, pipi, meremas payudara hingga persetubuhan terhadap pacarnya, Fadilan Utami (korban).
Bantahan ini dilakukan karena perbuatan itu tidak mungkin bisa dilakukan tersangka mengingat tersangka saat ini memiliki penyakit mata hingga tidak bisa melihat atau buta permanen.
Hal ini disampaikan orang tua tersangka kepada wartawan, Selasa (7/5). Mereka membantah semua pernyataan tersangka yang tertuang di dalam berita acara (BAP) penyidik Perempuan Perlindungan Anak (PPA) Polrestabes Medan.
"Disitu disebut bahwa anak kami ada cium kening, leher, pipi hingga memegang payudara korban hingga persetubuhan. Tidak ada itu semua, anak saya cuma cium kening. Jadi semua itu kita menduga hanya pandai-pandaian penyidik untuk menjerat anak saya, "kata ayah tersangka, Raihwht atau pria yang disapa Ahok didampingi istrinya, Nina kepada wartawan, Selasa (7/5).
Pengakuan itu, lanjut dia, mereka proleh dari pengakuan putranya saat berkunjung ke Tahti Polrestabes Medan. Ketika ditanya apa benar pengakuanmu di BAP. Tersangka Willy langsung menbantahnya.
Semua pernyataan penyidik, kata dia, ia bantah ketika menyebut dirinya ada melakukan cium kening, leher, pipi, meremas payudara korban hingga persetubuhan.
"Semua dia bantah, dia hanya memgaku cium kening dan pipi. Kalau itu saya akui ada. Terus dia bilang, bagai mana dia melakukan seperti yang disenutkan penyidik karena dia buta. Cium itupun dia bilang dilakukan di tempat ramai dan bukan cium nafsu,"jelas Ahok.
Ahok pun memastikan kebenaran pengakuan sang putra kepada wartawan. Sebab, sambung dia, putranya selalu dampingi sang adik, Wixiang dan temannya, Kiki, kemana pun pergi.
"Karena dia itu memang buta, jadi harus selalu didampingi. Si Kiki inilah yang selaku mendampingi. Jadi si Kiki ini pasti tau kalau anak saya ini ada melakukan hal-hal diluar nalar. Makanya kami sangat kecewa dengan penyidik Porestabes Medan yang mengatakan anak saya sedemikian itu. Kasian sekalilah anak saya itu, sudah buta malah diperlakukan seperti ini,"lirihnya dengan mata berkaca-kaca.
Kejanggalan itu, disebutkannya, terlihat sejak perkara ini bergulir. Dari penangkapan yang diduga dijebak, sampai penyidik yang tidak memperbolehkan tersangka didampingi siapa pun termasuk kuasa hukum (jika ada).
"Tidak boleh katanya, karena kami nngak pernah berurusan sama polisi, jadi kami ikuti saja. Tapi kami terasa penyidik ini kok seperti tidak transparan, hingga akhirnya BAP kami terima setelah satu bulan anak saya ditahan. Disitulah baru terbongkar, bahwa pengakuan anak saya dibuat-buat oleh mereka. Sedangkan begitu kita tanya sama anak saya, semuanya tidak benar," sebutnya.
Begitu ditanya kepada tersangka, kok ada cap jarimu di BAP. Willy mengaku disuruh oleh penyidik. Sementara dia tidak tahu itu untuk apa karena ia buta.
"Tidak tau anak saya, kok bisa ada. Baca nngak bisa, jadi ya dia ikut saya. Mungkin disitu kesalahan yang dia buat, karena dia buta," kesalnya.
Untuk itu, ia berharap kepada Kapolda Sumut Irjen Pol Agung Setya Imam Efendi untuk melihat kasus ini. Sebab, kasus ini terkesan penuh dugaan rekayasa.
"Mohon kepada bapak Kapoldasu. Anak kami udah cacat diperlalukan seperti ini. Tolong pak, berikan keadilan kepada anak saya,"harapnya.
Sementara, adik tersangka, Wixiang, samgat bingung melihat isi dari BAP dari Polrestabes tersebut. Sebab, dia bilang, apa yang disebutkan disitu sudah pasti tidak benar.
"Tidak benar itu, karena kami tau gimana. Karen abangku itu buta, aku dan kawan kami si Kiki yang tau. Karena HPnya kami yang pegang. Dia memang ada cium kening dan pipi, itupun di rumah pacarnya itu (korban). Dan cium pipi kening itu disaksikan oleh keluarga pacarnya dan kawan kami si Fitra. Dan itu bukan cium nafsu, namanya cinta monyet ya gitu. Dan dia memamg ada gendong-gendong, itupun event cosplay/anime bersama teman-teman komunitas. Dan itupun si korban foto gendong bukan hanya sama abang saya, juga ada sama orang lain. Kami ada foto-fotonya," ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan teman tersangka, Kiki. Ia lebih bingung melihat BAP dari Polrestabes Medan. Karena, tersangka buta dan perlu orang untuk mendampingi didampingi.
"Jadi kayak mana dia mau begitu-begitu. Dan ini anak baik kali bang, lembut kali bang orangnya. Akulah yang tau kalau diluar kayak mana dia, karena aku yang dampingi dia. Bahkan HPnya kami yang pegang," terang Kiki.
Untuk itu, mereka meminta keadilan kepada semua pihak kepolisian, kejaksaan, untuk melihat kasus ini dengan hati nurani.
"Pelajari kasus ini secara transparan dan keadilan. Kami percaya masih ada oknum negara yang jujur dan profesional saat bekerja,"pungkasnya.(Sigit)