Jakarta - Metroinvestigasi.com
Syafrudin Budiman SIP Ketua Umum DPP Partai UKM Indonesia khawatir dengan semakin semaraknya narasi nyinyir (cerewet) yang berisi kebencian, stigmaisasi negatif yang diberitakan media-media arus utama (mainstream). Dimana, secara nyata, para pelaku media mainstream ikut serta memperlebar narasi-narasi negatif tersebut.
"Media mainstream hari ini sudah bukan lagi menjadi media informasi publik, yang mendidik dan memberikan berita-berita fakta dan kejadian. Mereka malah lebih suka berita kenyinyiran yang mengandung konflik dan kebencian," kritik Syafrudin Budiman, disampaikan kepada media, Minggu (24/04/2022) di Jakarta.
Menurut Gus Din sapaan akrabnya, para pemilik dan karyawan media mainstream harus bertanggung jawab atas rusaknya bangsa ini, karena mereka ikut andil memelihara narasi-narasi kebencian. Dimana isi-isi dan materi konten beritanya banyak memberitakan gosip politik, konflik politik personal dan isu-isu berbau SARA.
"Para pelaku media mainstream hanya mengejar viewer, hit, rating dan popular. Sehingga mereka meraih keuntungan dari adsen, iklan dan advetorial berita. Tapi materi beritanya, mayoritas adalah konflik-konflik dan pertentangan yang mengandung narasi-narasi nyinyir kebencian dan dugaan fitnah," jelas Gus Din yang juga Konsultan Media ini.
Ia menyebutkan, salah satu contohnya ketika ada info berita-berita nyinyir di sosial media. Media mainstream langsung mengupas tuntas dan isinya berita konflik yang berbau fitnah dan tuduhan.
"Cobalah media mainstream (red-arus utama mengabarkan berita-berita edukasi dan ilmu pengetahuan. Jangan hanya ngejar rating dan viewer untuk mendapatkan keutungan semata," tandas Gus Din Sarjana Ilmu Politik FISIP UWKS Surabaya ini.
Bahkan katanya, hanya berbekal kenyinyiran di twiter sudah dikembangkan jadi berita oleh media mainstream. Dimana banyak para buzzer penebar kebencian malah di kasih panggung di media-media arus utama tersebut.
"Berita berita yang tayang tiap hari, hanya mirip berita-berita gosip selebritis. Bahkan konflik-konflik subjektif malah diberitakan secara running terus menerus. Saya khawatir generasi kedepan akan menjadi generasi saling membenci dan saling memusuhi," ungkap politisi muda ini.
Terakhir katanya, diharapkan media-media mainstrem yang sudah besar lebih fokus pada berita edukasi, pengetahuan dan keilmuan. Lanjutnya, tanpa ada filter yang kuat di tengah arus globalisasi, berbasis digital informasi dan tekhnologi informasi, generasi bangsa ini akan mengalami degradasi kolektif kebersamaan.
"Kebencian, kecurigaan, kewaswasan dan prasangka secara tidak langsung, masuk ke bawah alam sadar masyarakat. Saat ini orang memukul, mengeroyok dan membunuh terang-terang seperti hal biasa, semua akibat propaganda media secara sadar atau tidak," pungkas Gus Din. (red)